Takdir Dan Pasrah Buta
TAKDIR DAN PASRAH BUTA
Pertanyaan.
Seorang perempuan mengajukan pertanyaan : Saya membaca hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa salam :
إنَّ أحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ في بَطْنِ أُمِّهِ أربَعِينَ يَوماً نُطْفَةً ، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلِكَ ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلِكَ ، ثُمَّ يُرْسَلُ المَلَكُ ، فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ ، وَيُؤْمَرُ بِأرْبَعِ كَلِمَاتٍ : بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ . فَوَالَّذِي لا إلهَ غَيْرُهُ إنَّ أحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أهْلِ الجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وبيْنَهَا إلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيهِ الكِتَابُ ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أهْلِ النَّارِ فَيدْخُلُهَا ، وَإنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إلاَّ ذراعٌ ، فَيَسْبِقُ عَلَيهِ الكِتَابُ فَيعْمَلُ بِعَمَلِ أهْلِ الجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Sungguh, salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk setetes mani; lalu menjadi segumpal darah dalam rentang waktu seperti itu juga, lalu menjadi segumpal daging dalam rentang itu juga, kemudian diutus kepadanya malaikat, lalu ia meniupkan ruh ke dalamnya, dan ia diperintahkan untuk menulis 4 ketentuan: ditentukan rezekinya, ajalnya, dan amalnya, serta apakah ia ia akan celaka atau bahagia. Demi Dzat Yang tidak ada sesembahan yang hak selain Dia! Sungguh, ada seseorang benar-benar melakukan amalan ahli surga, hingga jarak antara dirinya dengan surga tinggal satu hasta, namun ketentuan takdir Allâh telah mendahuluinya, sehingga iapun melakukan amalan ahli neraka, hingga ia pun masuk ke neraka. Dan sungguh, ada seseorang benar-benar melakukan amalan ahli neraka, hingga jarak antara dia dengan neraka tinggal satu hasta, namun ketentuan takdir Allâh telah mendahuluinya; sehingga iapun melakukan amalan ahli surga, lalu iapun masuk ke surga. [1]
Semenjak saya membaca hadits tersebut, saya merasa resah dan takut. Kalau Allâh telah menentukan nasib diriku sebelum aku dilahirkan, dan telah menentukan tempat kembaliku kelak, maka amal yang saya kerjakan tidak akan berguna ; ibadah yang saya jalankan pun tiada berguna. Saya memohon kepada syaikh agar sudi kiranya untuk menjawab pertanyaan saya ini. Mengingat saya sangat resah dan galau.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjawab:
Mengenai faidah dari hal tersebut (beramal meski takdir telah dituliskan), telah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa salam tunjukkan dalam sabda beliau kepada Sahabatnya:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنْ النَّارِ أَوْ مِنْ الْجَنَّةِ
Tidak ada seorangpun dari kalian melainkan telah dituliskan tempat duduknya di neraka atau di surga.”
Para Sahabat bertanya: “Ya Rasûlullâh, kalau begitu tidakkah kita meninggalkan amalan, dan kita pasrah saja pada suratan takdir?” Beliau pun menjawab:
اعْمَلُوا ؛ فكلٌّ مُيَسرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ
“Beramallah! Karena semua orang dimudahkan untuk melakukan apa yang menjadi tujuan ia diciptakan.”[2]
Maka dari itu, engkau harus berbuat amalan ketaatan; dan mohonlah kepada Allâh agar diberi ketegaran di atas agama ini dan ikhlas dalam mengamalkannya! Dan saudari harus berusaha agar amalan saudari adalah amalan yang shalih. Kemudian setelah melakukan hal ini, maka hadirkan persangkaan yang baik terhadap Allâh! dan bahwa Allâh akan menerima amalanmu, sehingga engkau pun menjadi golongan orang-orang yang berbahagia.
Hal seperti ini kita terapkan dalam semua nash yang berbicara tentang qadha dan qadar; dan bahwa manusia diperintahkan untuk menunaikan apa yang telah Allâh Subhanahu wa Ta’alaperintahkan kepadanya; dan meminta pertolongan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian ia telah menghimpun antara ibadah dan tawakkal kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Inilah yang diperintahkan Allâh dalam Kitab-Nya:
وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dan hanya kepada-Nya dikembalikan semua urusan, maka beribadahlah kepada-Nya, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Rabbmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.[Hud /11: 123].
Dan inilah yang diucapkan setiap Muslim dalam shalatnya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan [Al-Fâtihah/ 1: 5]
Oleh karena itu, mohonlah pertolongan kepada Allâh, dan jangan sampai Saudari terlena dengan godaan syaitan. Sebab syaitan tak jemu-jemunya membisikkan kepada manusia: amalmu tidak diterima, atau engkau adalah orang yang celaka, atau engkau termasuk penghuni neraka, serta ungkapan-ungkapan yang serupa.
Ini semua adalah di antara bentuk bisikan dan gangguan syetan. Kita berlindung kepada Allâh dari segala godaan syetan. Dan Allâh Yang Maha memberikan taufiq.
(Fatâwâ Manâr al-Islâm 1: 18)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XXI/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR. al-Bukhâri 3208 kitab bad’il khlaqi; juga Muslim 2643 kitab al-qadr.
[2] HR. al-Bukhâri 4949 kitab tafsir dan no 6217 kitab al-adab; juga Muslim 2647 kitab al-qadr.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/9878-takdir-dan-pasrah-buta.html